BOMINDONESIA.COM, BANJARMASIN – 80% dari 288 ribu hektar lahan karet, masih bisa disadap. Meski, produksi karet sangat menurun, dan sebaran lahan milik petani rakyat di kabupaten di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Hal ini terjadi, akibat usia pohon karet sangat tua, capaian 35 tahun lebih, paling rendah ditanam tahun 1990 silam, hingga tahun 1985. Padahal pohon karet efektif produksi berusia 20-25 tahun.
Melihat kondisi demikian, Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Kalsel H Hasan Yuniar mengaku, prihatin, sebab upaya pemerintah sangat terbatas. “Toh, jika dilakukan peremajaan tanaman karet, membutuhkan biaya besar dan waktu lama. Dana pemerintah sangat sedikit,” ucap H Hasan Yuniar, kemarin,
Menurutnya, peremajaan dari hulu ke hilir sangat sulit, bahkan tahun lalu peremajaan pohon karet hanya mampu 300 hektar. “Itu pun menggunakan dana APBD dan APBN sektor perkebunan. Padahal minimal peremajaan itu 50 persen dari 288 ribu hektar lahan yang ada di Kalsel,” tambah advokat ternama ini.
Peremajaan pohon karet pun tidak mungkin serentak, sebab petani membutuhkan penghasilan sadap karet. “Petani punya kebun, dan perusahaan tidak punya kebuh. Sedang kebutuhan suplai karet ke satu pabrik harusnya 3 ribu ton,” jelas alumni Fakultas Hukum ini.
Untuk itu, Ia berharap, instansi berwenang dapat menangani persoalan petani karet dan lahan karet. “Jika penghasilan petani lancar, rata-rata mampu mendapatkan 15 kilogram sadap karet perhektar. Jadi walau harga sekarang hanya Rp7 ribu per kilogram, tapi itu bisa survive,” sebutnya.
Jika dihitung upah harian saja, sambungnya, maka akan mendapatkan uang lebih dari Rp100 ribu per harinya. “Ini sangat menjanjikan dalam sadap karet untuk petani,” ujarnya.
Hasan berharap, harga karet dapat booming ke depan, seperti tahun 2008 dan 2012 harga karet (bokar) mencapai 5 dolar per kilogram.
Editor : Afdiannoor