BOMINDONESIA.COM, JAKARTA – Industri TPT (tekstil dan produk tekstil) nasional tak henti-hentinya didera masalah. Satu per satu pabrik TPT terus berguguran, tak kuasa menahan gempuran produk impor ilegal yang membanjiri pasar.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, tren penutupan pabrik yang diikuti oleh PHK karyawan akan terus terjadi selama pemerintah tidak serius menutup rapat celah impor TPT ilegal.
Lantas, pabrik-pabrik yang masih beroperasi pun tidak mampu berproduksi secara optimal, mengingat produknya kalah saing dengan produk impor ilegal. “Posisi saat ini utilisasi TPT secara nasional tinggal 40%,” kata Redma, Kamis (26/9/2024).
APSyFI menyoroti kinerja Satgas Anti Impor Ilegal yang dianggap tidak efektif karena hanya berwenang terhadap penindakan di pasar. Padahal, pintu masuk yang menjadi penyebab utama maraknya impor TPT ilegal berada di bawah Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Sampai saat ini tidak ada niatan dari Bea Cukai untuk memperbaiki. Justru mereka malah sibuk mencari alasan,” kata Redma.
Seperti dilansir dalam catatan kontan.co.id, masa kerja Satgas Anti Impor Ilegal yang melibatkan berbagai kementerian, Kejaksaan Agung, hingga Badan Intelijen Negara (BIN) akan berakhir pada Desember 2024.
Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana khawatir, Satgas hanya hadir layaknya seremonial semata. Tidak diketahui seperti apa proses hukum atas terduga pelaku importasi TPT ilegal yang dibekuk Satgas. “Publik juga tidak siapa pelaku-pelaku impor ilegal,” ucapnya Kamis (26/9/2024).
API tak menampik adanya sikap wait and see dari importir TPT ilegal semenjak adanya Satgas Anti Impor Ilegal. Namun, bukan berarti mereka kapok untuk berjualan di Indonesia.
Apalagi, terdapat oknum-oknum yang biasa membantu kegiatan importasi ilegal tersebut. Alhasil, penindakan hukum terhadap pelaku impor ilegal terkesan setengah hati.
Lebih lanjut, prospek industri TPT diperkirakan masih akan suram sampai akhir tahun nanti, meski terdapat momentum libur natal dan tahun baru. Hal ini seiring kondisi ekonomi yang tidak stabil dan ditandai oleh daya beli masyarakat yang melemah. “Sepertinya permintaan tidak akan signifikan dan itu pun akan dimakan oleh barang impor,” imbuhnya.