BOMINDONESIA.COM, JAKARTA – GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indoesia) merespon keputusan pemerintah yang resmi membatasi ekspor limbah pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME), residu minyak sawit asam tinggi atau high acid palm oil (HAPOR), dan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Di mana, Permendag itu telah berlaku sejak 8 Januari 2025.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengatakan, keputusan pemerintah membatasi sejumlah limbah pabrik kelapa sawit lantaran diduga adanya tren menghindari pembayaran Bea Keluar (BK) ekspor produk sawit.
“Ini (tren ekspor limbah sawit yang meningkat) dicurigai oleh pemerintah. Karena kenaikan ekspornya yang tidak wajar akibat adanya perbedaan (Bea Keluar) yang sangat signifikan. Sehingga pemerintah akan memperketat, sebaiknya disamakan saja tarif dengan ekspor CPO,” ucapnya, Minggu (12/1/2025).
Eddy memerinci besaran Bea Keluar CPO saat ini mencapai US$178 per Metrik Ton (MT). Sedangkan, biaya bea keluar untuk kategori limbah hanya dibanderol sebesat US$12/MT.