BOMINDONESIA.COM, KANDANGAN – Program padi apung sebagai alternatif pengganti lahan pertanian yang sempit dan terkendala banjir. Program ini meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani.
Inovasi pertanian dengan model padi apung ini dikembangkan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) untuk mengatasi kendala bercocok tanam di daerah rawa saat musim penghujan. Padi apung dibudidayakan di atas rakit atau styrofoam yang dapat digunakan berulang kali.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalsel bersama Bank Kalsel bertandang langsung ke Desa Siang Gantung, Kecamatan Daha Barat, Kabupaten HSS sebagai bentuk dukungan terhadap program padi apung di Banua.
Kepala Kantor OJK Kalsel, Agus Maiyo mengatakan, sengaja mengajak puluhan awak media di Kalsel untuk melihat langsung sistem penanaman padi apung di Desa Siang Gantung, Kabupaten HSS ini.
“Program padi apung memang mahal di awal karena menyediakan media tanam (styrofoam). Tapi, kami sudah menghitung ini mampu bertahan sampai 10 tahun atau 21 kali panen,” ujar Agus, saat acara Media Update dan Kunjungan Implementasi Budidaya Padi Apung bersama Forum Wartawan Ekonomi (FWE) Kalimantan Selatan, kemarin.
Agus Maiyo menambahkan, pihaknya bersama Dinas Pertanian Kabupaten HSS juga telah melakukan pengkajian, termasuk varietas padi apa yang cocok digunakan dengan tingkat PH air yang ada di lokasi.
“Kami juga ada diskusi dengan Bulog Kalsel, ternyata ada pangsa ekspor untuk beras dengan varietas tertentu. Dan itu bisa diisi dengan padi apung. Karena kita bisa atur dengan memilih varietas padi dan pupuk yang digunakan, dan ini bisa lebih efisien. Sehingga, margin keuntungan lebih besar dan ini bagus buat petani,” jelasnya.
Direktur Utama Bank Kalsel, Fachrudin, menambahkan sinergitas pihaknya dengan OJK Kalsel dalam budidaya padi apung ini sebagai wujud pengembangan pertanian ke depannya di Kalsel.
“Mudah-mudahan nanti akan lebih besar lagi lahan yang akan kami fasilitasi untuk mengembangkan program padi apung atau program yang lainnya,” kata Fachrudin.
“Kami juga berharap Bank Kalsel bisa terus berkontribusi untuk pengembangan pertanian, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan,” sambungnya.
Fachrudin menambahkan, Bank Kalsel memberikan bantuan untuk program padi apung di Desa Siang Gantung ini menggunakan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. “Kita bekerjasama dengan OJK Kalsel dan Dinas Pertanian Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kita siapkan seribu styrofoam. Kami berharap program ini berhasil dan menjadi solusi ketahanan pangan di Kalsel,” sebutnya.
Sementara, Kepada Dinas Pertanian Kabupaten HSS, Muhammad Noor, menyampaikan program padi apung di wilayahnya telah menyebar di beberapa kecamatan, terutama di daerah-daerah rawa seperti Angkinang, Kalumpang dan Simpur, meskipun belum terlalu luas.
“Kita hanya pada tahap percontohan dan demplot-demplot sebagai informasi kepada masyarakat kita yang tinggal di daerah rawa, bahwa pada saat musim penghujan mereka bisa melakukan budidaya padi apung,” ungkap M Noor.
Sehingga, kata dia, diharapkan di daerah-daerah rawa itu tidak tergantung lagi dengan musim. Kapan pun masyarakat mau menanam bisa dilakukan. “Kami juga sudah mengembangkan yang lain, bukan hanya padi, tapi juga tanaman sayuran seperti cabe, terong, dan tomat dengan sistem budidaya apung,” imbuhnya.
Hanya saja, lanjut M Noor, media yang digunakan tidak menggunakan styrofoam, tapi menggunakan media bambu, karena biayanya lebih murah dan bahannya banyak ditemui di Kabupaten HSS.
“Nanti juga akan kita coba menggunakan bambu untuk media tanam padi apung. Karena ini bisa menghemat biaya produksi, dan keuntungan yang didapat masyarakat bisa lebih besar,” tutupnya.
Ditambahkan Dwi Rahmadhany, Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Daha Barat, masa panen padi apung ini berkisar antara 3,5 bulan sampai 4 bulan. “Jika dengan pemeliharaan yang bagus, produktivitas padi apung mencapai 7 ton per hektare. Bisa dikatakan rata-rata panen antara 5,4 hingga 6,2 ton per hektare dalam setahun,” imbuhnya.
Editor : Afdiannoor