BOMINDONESIA.COM, BANJARMASIN – Suasana dini hari di kawasan Pekapuran B, Kota Banjarmasin, mendadak riuh saat sekelompok remaja, anak-anak, ibu-ibu, hingga pemuda berbaris sambil menyerukan seruan sahur.
Satu orang memukul alat perkusi mirip drum dengan irama bertalu-talu, mengiringi langkah mereka yang penuh semangat. Tradisi “begarakan sahur” ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu warga setiap bulan Ramadan.
Nyaris setiap dini hari pukul 02.30 WITA, rombongan mulai bergerak dari Pekapuran B menuju Pekapuran A, melewati Jembatan Pangeran Antasari, kemudian tembus menuju Gang Simpang Ulin 1.

Perjalanan berlanjut kembali ke Pekapuran melalui Gang Damai dengan sorakan penuh keceriaan. Kadang bahkan mereka melewati Pangeran Antasari, belok kiri ke Jalan A. Yani, dan masuk tembus Stal Sapi di seberang RSUD Ulin.
Di Pekapuran A sendiri, masih banyak warga yang berada di luar rumah, nongkrong di warung yang masih buka atau rumah yang berjualan berbagai menu sahur.
Suasana semakin hidup dengan canda tawa dan percakapan hangat di antara mereka.”Setiap tahun pasti umpat rami aja membangunin warga sahur sambil bejalanan (setiap tahun pasti ikut ramai saja membangunkan warga sahur sambil bejalanan, red)
Kadang sampai ngos-ngosan, tapi puas karena bisa menghidupkan suasana Ramadan,” ujar Indra (22), salah satu peserta yang terlihat berkeringat namun tersenyum lebar, Sabtu (29/3/2025) dinihari.
Antusiasme warga bukan hanya untuk membangunkan sahur, tetapi juga mempererat silaturahmi antarwarga. Anak-anak berlarian sambil tertawa, para ibu-ibu ikut bertepuk tangan mengikuti irama drum sederhana yang dimainkan.
Dentuman drum yang bergaung di keheningan malam menjadi ciri khas yang tak tergantikan. Menurut Inas, pemilik warung kelontongan di Pekapuran B yang juga menyediakan lalapan dan berbagai ikan goreng plus nasi, tradisi ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. “Ini bukan sekadar bangunin sahur, tapi juga bentuk kebersamaan warga. Apalagi sekarang banyak kegiatan keagamaan mulai berkurang, jadi momen seperti ini penting untuk mengingatkan kita pada nilai-nilai kebersamaan,” tuturnya dalam bahasa Banjar.
Meski seringkali menimbulkan kebisingan, tradisi ini tetap disambut hangat.
Sahur di Pekapuran B menjadi penanda betapa kuatnya ikatan sosial dan semangat warga dalam menyemarakkan bulan suci Ramadan. Dengan semangat yang tak pernah pudar, gema “sahur… sahur…” terus menggema setiap tahun, mengingatkan warga untuk bangun, makan sahur, dan bersiap menjalankan ibadah puasa dengan penuh ketulusan.
Penulis : Mercurius
Editor : Mercurius