BOMINDONESIA.COM, JAKARTA – China masih bergantung pada energi fosil, terutama batubara, meskipun telah menerapkan Undang-undang Energi pertama mereka sejak 1 Januari 2025.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, yang menyoroti peran besar batubara dalam sektor energi China.
“Pada tahun 2023 saja, China memproduksi 4,43 miliar ton batubara, atau lebih dari 50% dari total produksi global,” ungkap Hendra saat dihubungi, Rabu (29/1/2025).
Meskipun China telah melakukan ekspansi besar dalam energi baru terbarukan (EBT), negara tersebut masih meningkatkan produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Menurut laporan Reuters, produksi listrik China sepanjang 2024 meningkat 1,5% dibanding tahun sebelumnya, mencapai 6,34 triliun kilowatt-jam (kWh), yang sebagian besar berasal dari PLTU Batubara.
“Kelistrikan Tiongkok hampir 70% masih mengandalkan batubara. Mereka membangun EBT secara masif, tetapi di sisi lain juga terus membangun PLTU Batubara dalam jumlah besar,” kata Hendra.
Hendra memprediksi bahwa transisi energi China akan berlangsung bertahap, dengan batubara tetap berperan besar dalam beberapa tahun ke depan.
Dampak bagi Ekspor Batubara Indonesia
Sebagai negara tujuan ekspor batubara terbesar kedua Indonesia setelah India, China diperkirakan masih akan menyerap pasokan dari Indonesia sepanjang 2025. “Diperkirakan ekspor kita ke China tahun ini mungkin sedikit lebih banyak atau hampir sama dengan tahun 2024,” ujar Hendra.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor batubara Indonesia ke China sempat mengalami fluktuasi, yakni: 2021: 108,49 juta ton, 2022: 69,69 juta ton, dan 2023: 81,68 juta ton.
Selain China, pasar ekspor di India juga diperkirakan tetap stabil. Hendra menyebut ekspor ke India pada 2023 dan 2024 relatif sama, dengan estimasi 110 juta ton untuk 2025.
Namun, jika ekspor ke China mengalami penurunan akibat penerapan Undang-undang Energi, Indonesia dapat memanfaatkan pasar baru di Asia Tenggara dan Asia Selatan.
“Pasar potensial bagi batubara Indonesia adalah Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand, serta negara-negara Asia Selatan,” kata Wakil Ketua Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Fathul Nugroho.
Sebaliknya, ekspor ke Asia Timur mengalami tren penurunan. Jepang dan Korea Selatan yang sebelumnya mengimpor 28-30 juta ton per tahun hingga 2019, kini hanya berkisar 25 juta ton pada 2023.