Mengenal Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo Ayah dari Prabowo Subianto

- Jurnalis

Selasa, 29 Oktober 2024 - 02:50 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo (Foto : Istimewa)

Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo (Foto : Istimewa)

BOMINDONESIA.COM, JAKARTA –Sumitro Djojohadikusumo adalah tokoh penting dalam sejarah Indonesia, khususnya di bidang ekonomi dan pembangunan. Sebagai seorang ekonom berpengaruh, Sumitro memainkan peran dalam merumuskan kebijakan ekonomi Indonesia di berbagai periode penting. Selain itu, dia juga dikenal sebagai ayah dari Prabowo Subianto, seorang tokoh militer, politik dan sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia.

Sumitro Djojohadikusumo lahir pada tanggal 29 Mei 1917 di Kebumen, Jawa Tengah. Ia berasal dari keluarga terpandang dan berpendidikan, dengan latar belakang keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya di Indonesia, Sumitro melanjutkan pendidikannya di luar negeri.

Ia belajar di Belanda, di mana ia menyelesaikan pendidikan ekonominya di Nederlandsche Economische Hogeschoo, Pada masa itu, Sumitro dikenal sebagai seorang pelajar yang cerdas dan memiliki ketertarikan besar dalam masalah ekonomi internasional. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia juga melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Sorbonne, Paris.

Pada tahun 1943 Sumitro berhasil meraih gelar PhD di bidang ekonomi dengan menyelesaikan disertasinya berjudul The People’s Credit Service during the Depression di Nederlandsche Economische Hogeschool, menjadikannya salah satu ekonom Indonesia pertama yang meraih gelar doktor.

Sumitro mulai terlibat aktif dalam politik dan ekonomi Indonesia sejak awal kemerdekaan. Pada era 1950-an, Sumitro menjadi salah satu ekonom yang berperan dalam membentuk kebijakan ekonomi negara yang baru merdeka ini. Konsep pembangunan yang dirancang oleh Sumitro mengutamakan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.

Sumitro Djojohadikusumo memegang berbagai posisi strategis dalam pemerintahan Indonesia. Salah satu jabatan paling penting yang pernah dipegangnya adalah sebagai Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan dalam kabinet Indonesia. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan (1948-1950), Sumitro harus menghadapi tantangan besar, seperti inflasi yang tinggi dan ketidakstabilan ekonomi pasca-perang.

Baca Juga :  Diduga Sering Transaksi Sabu, Warga Banjar Raya Ditangkap di Rumahnya

Sebagai Menteri Perdagangan (1950-1951), Sumitro mendorong kebijakan untuk mempercepat industrialisasi Indonesia, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan ekspor produk dalam negeri. Salah satu kebijakan yang dia dorong adalah industri substitusi impor, yang mencoba mendorong produksi dalam negeri untuk menggantikan barang impor.

Sumitro juga terlibat dalam merancang Program Ali-Baba, sebuah kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal untuk bekerja sama dengan pengusaha lainnya dalam membangun ekonomi Indonesia. Program ini bertujuan untuk mempromosikan kolaborasi yang lebih di antara berbagai kelompok etnis dalam ekonomi di Indonesia.

Pada pertengahan 1950 an, Sumitro menjadi tokoh yang dianggap oposisi oleh pemerintahan Presiden Soekarno, karena pandangan ekonominya yang berbeda dengan kebijakan ekonomi terpusat yang didorong oleh Soekarno. Ketegangan ini memuncak pada tahun 1957, ketika Sumitro terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), sebuah gerakan pemberontakan di Sumatera yang menentang kebijakan pusat Soekarno.

Akibat keterlibatannya dalam PRRI, Sumitro harus mengasingkan diri ke luar negeri, tepatnya di Malaysia. Selama di pengasingan, Sumitro tetap aktif dalam dunia akademik, menjadi profesor ekonomi di berbagai universitas internasional, termasuk di Malaysia dan Amerika Serikat. setelah pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, Sumitro diizinkan kembali ke Indonesia dan mulai aktif kembali dalam karir politik serta ekonomi.

Baca Juga :  Ketegangan di Mekkah: Pasukan Islam di Ambang Kemenangan Tanpa Tanding

Pada awal pemerintahan Soeharto, Sumitro memiliki peran penting dalam merancang kebijakan ekonomi Orde Baru. Dia menjadi bagian dari tim ahli yang disebut sebagai “Mafia Berkeley”, sekelompok ekonom yang sebagian besar lulusan Universitas California, Berkeley, yang merumuskan kebijakan ekonomi Orde Baru.

Salah satu kebijakan utama yang didukung oleh Sumitro dan kelompok ini adalah ekonomi terbuka dan liberalisasi ekonomi. Di bawah pengaruh mereka, pemerintah Indonesia mulai menarik investasi asing, membuka pasar, dan memfokuskan pembangunan pada stabilitas ekonomi, terutama dengan mengontrol inflasi dan memelihara pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Sumitro Djojohadikusumo dikenal sebagai tokoh yang penuh dengan visi tentang bagaimana membangun Indonesia sebagai negara yang modern dan mandiri secara ekonomi. Meski sempat diasingkan dan terlibat dalam gerakan oposisi, warisannya tetap kuat dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Salah satu warisan paling berharga dari Sumitro adalah pemikirannya tentang perlunya modernisasi ekonomi melalui industrialisasi dan kebijakan terbuka terhadap investasi asing.

Selain itu, pengaruh Sumitro juga terlihat dalam keluarga Djojohadikusumo. Anak-anaknya, seperti Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus dan sekarang menjadi presiden Indonesia terpilih, serta Hashim Djojohadikusumo, seorang pengusaha sukses, turut melanjutkan peran penting di berbagai sektor di Indonesia.

Sumitro wafat pada 9 Maret 2001, meninggalkan warisan yang terus dikenang dalam dunia ekonomi Indonesia. Kontribusinya terhadap ekonomi diakui sebagai salah satu fondasi pembangunan Indonesia.

Editor : Mercurius

Berita Terkait

Kasus Menghilangnya Michael Rockefeller dalam Ekspedisi ke Papua
Ternyata! Belanda Belajar Membuat Kanal Kepada Orang Banjar
The Sin Nio, Pejuang Perempuan Indonesia yang Hidup Sulit hingga Akhir Hayat
Sejarah Dinas Kebersihan Era Belanda (1919) Mengatur Ketat Persampahan
Perjalanan ‘Nekat’ demi Konser Yngwie Malmsteen yang Tak Terlupakan
Sejarah Imlek dan Makna Dibalik Perayaannya
Ketegangan di Mekkah: Pasukan Islam di Ambang Kemenangan Tanpa Tanding
Kisah Henry Tandey: Kala Satu Kebaikan Pada Akhirnya Mengakibatkan Kematian 80 Juta Orang

Berita Terkait

Selasa, 11 Februari 2025 - 00:47 WITA

Kasus Menghilangnya Michael Rockefeller dalam Ekspedisi ke Papua

Senin, 10 Februari 2025 - 23:54 WITA

Ternyata! Belanda Belajar Membuat Kanal Kepada Orang Banjar

Kamis, 6 Februari 2025 - 11:45 WITA

The Sin Nio, Pejuang Perempuan Indonesia yang Hidup Sulit hingga Akhir Hayat

Selasa, 4 Februari 2025 - 21:31 WITA

Sejarah Dinas Kebersihan Era Belanda (1919) Mengatur Ketat Persampahan

Sabtu, 1 Februari 2025 - 22:13 WITA

Perjalanan ‘Nekat’ demi Konser Yngwie Malmsteen yang Tak Terlupakan

Berita Terbaru

Kunjungan Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina di RS Amanah yang hampir rampung.

Banjarmasin Bungas

RS Amanah Hampir Rampung, Siap Pekerjakan 500-1000 Warga Banjarmasin

Selasa, 18 Feb 2025 - 19:50 WITA

Keberangkatan KA Parahyangan dari Bandung ke Jakarta (foto:istimewa/bomindonesia)

Ragam

Jadwal Keberangkatan KA Parahyangan dari Bandung ke Jakarta

Selasa, 18 Feb 2025 - 18:34 WITA