BOMINDONESIA.COM, TASHKENT – Pada tahun 1961, Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, melakukan sebuah perjalanan bersejarah ke kota Samarkand, Uzbekistan—saat itu masih merupakan bagian dari Uni Soviet.
Tujuan utama kunjungan tersebut bukan hanya diplomatik, melainkan juga spiritual: berziarah ke makam Imam Bukhari, salah satu ulama terbesar dalam sejarah Islam yang dikenal sebagai penyusun kitab Shahih Bukhari.
Momen tersebut menjadi salah satu potret langka yang menegaskan karakter ganda Soekarno: nasionalis sekaligus spiritualis. Dengan mengenakan jas putih kebesarannya dan peci hitam yang selalu melekat di kepala, Soekarno berdiri khidmat di depan makam sang imam.
Ia menundukkan kepala, menengadahkan tangan, dan memanjatkan doa dengan penuh hormat. Potret ini kemudian menjadi simbol kuat akan perpaduan antara nasionalisme Indonesia dan kecintaan terhadap warisan keilmuan Islam.
Peci hitam yang dikenakan Soekarno bukan sekadar aksesori, melainkan simbol perlawanan, kemerdekaan, dan identitas.
Dalam banyak kesempatan kenegaraan, peci itu menjadi bagian tak terpisahkan dari citra pemimpin Indonesia. Dan di Tanah Samarkand, simbol itu hadir sebagai jembatan kebudayaan antara Indonesia dan dunia Islam.
Kunjungan ini juga menjadi penanda bagaimana Indonesia—yang mayoritas penduduknya beragama Islam—tetap menjalin kedekatan spiritual dengan peradaban Islam klasik, meski dalam konteks hubungan dengan negara sosialis seperti Uni Soviet. Jejak Soekarno di Samarkand adalah cermin dari politik luar negeri bebas-aktif yang dijalankan dengan sentuhan peradaban.
Kini, dokumentasi ziarah tersebut bisa ditemukan di berbagai arsip dan media, termasuk di akun Instagram @jadoel.id, yang membagikan rekaman langka video kunjungan Soekarno ke makam Imam Bukhari.
Tayangan itu kembali menghidupkan ingatan publik tentang bagaimana seorang tokoh revolusioner juga mampu menjadi sosok yang sangat menghormati nilai-nilai spiritual.
Kunjungan itu mungkin sudah lebih dari enam dekade berlalu.
Namun peci hitam yang pernah membungkuk di hadapan makam Imam Bukhari masih meninggalkan jejak yang kuat—bukan hanya di Samarkand, tapi juga dalam narasi sejarah bangsa Indonesia.
Penulis : Mercurius
Editor : Mercurius
Sumber Berita: IG@jadoel.id