BOMINDONESIA.COM, JAKARTA – Eddy Tansil, yang memiliki nama asli Tan Tjoe Hong, lahir pada 2 Februari 1953 di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia adalah seorang pengusaha yang memiliki jaringan bisnis di berbagai sektor, mulai dari perdagangan hingga perbankan. Pada tahun 1990-an, ia dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses yang memanfaatkan peluang bisnis di masa awal pemerintahan Orde Baru.
Namun, kesuksesan bisnisnya tidak sepenuhnya legal. Di balik citranya sebagai pengusaha, Eddy terlibat dalam serangkaian aktivitas bisnis yang menyimpang, termasuk pemalsuan dokumen dan penggelapan dana yang melibatkan bank milik negara.
Skandal Bank Bapindo
Pada tahun 1993, nama Eddy Tansil mencuat ke publik setelah terlibat dalam kasus penggelapan dana Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Eddy memperoleh pinjaman sebesar USD 565 juta (sekitar Rp 1,3 triliun pada saat itu) dari Bapindo untuk mendanai proyek pabrik PT Golden Key Group, yang katanya akan memproduksi bir. Namun, proyek tersebut ternyata tidak berjalan sesuai rencana.
Skandal ini mengguncang publik karena melibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar. Bank Bapindo, yang merupakan salah satu bank milik negara, mengalami kerugian besar yang berdampak pada stabilitas keuangan nasional. Banyak yang bertanya-tanya bagaimana seorang pengusaha bisa mendapatkan pinjaman sebesar itu tanpa adanya pengawasan ketat dari pihak bank dan otoritas keuangan.
Setelah penyelidikan panjang, pada tahun 1994 Eddy Tansil dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas tuduhan penggelapan dan penipuan terkait dana Bapindo. Ia juga diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 1.3 triliun.
Proses persidangan Eddy Tansil diwarnai berbagai isu, termasuk dugaan suap dan kolusi dengan pejabat tinggi di pemerintahan dan perbankan. Banyak pihak menduga bahwa Tansil tidak bertindak sendirian, melainkan menjadi bagian dari jaringan yang lebih besar yang melibatkan pejabat-pejabat korup di era Orde Baru.
Pelarian dari Penjara
Kasus Eddy Tansil mungkin sudah cukup mengejutkan, tetapi peristiwa yang lebih mengejutkan lagi terjadi pada tahun 1996. Saat menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, Eddy Tansil berhasil melarikan diri. Pelariannya menciptakan kegemparan publik nasional, dan hingga hari ini pelariannya masih menjadi salah satu misteri di Indonesia.
Alih-alih digunakan untuk pembangunan pabrik, dana tersebut dialihkan oleh Eddy untuk kepentingan pribadi dan bisnis-bisnis lainnya. Dengan memalsukan berbagai dokumen, Eddy berhasil membuat seolah-olah proyek pabrik tersebut sah, sehingga Bapindo terus mengalirkan dana tanpa melakukan verifikasi yang memadai.
Editor : Mercurius